Waspadai Kehamilan Berisiko Tinggi

BANYAK hal yang membuat kehamilan berisiko tinggi. Tapi sayang, banyak ibu hamil (bumil) yang tidak menyadarinya. Padahal, kehamilan berisiko tinggi berdampak pada keselamatan ibu dan bayi.

Bagi sebagian orang, hamil adalah sesuatu yang menyenangkan. Keluhan dan derita yang menyertai kehamilan pun seolah tak dirasakan saat mereka membayangkan bayi mungil yang bakal lahir. Untuk menjaga ibu dan bayi selamat hingga si kecil lahir, berbagai upaya pun harus dilakukan.

Dari menjaga asupan nutrisi hingga menjaga dari berbagai serangan penyakit. Apalagi bagi Anda yang masuk golongan hamil dengan risiko tinggi, kewaspadaan pun harus ditingkatkan.

Dikatakan ahli kandungan dari Rumah Sakit Hermina Jatinegara, dr Judi Januadi Endjun SpOG(K) bahwa kehamilan berisiko tinggi (high risk pragnancy) merupakan suatu keadaan di mana kehamilan bisa berpengaruh buruk terhadap keadaan ibu, atau bisa juga dikatakan penyakit ibu dapat berpengaruh buruk pada janin.

”Kehamilan berisiko tinggi ini tidak hanya berpengaruh buruk terhadap keselamatan dan kesehatan janin yang sedang dikandung saja, tetapi juga bisa mengancam keselamatan jiwa sang ibu,” ujar dokter yang juga berpraktek di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.

Walaupun bumil banyak yang mengalami kehamilan risiko tinggi, tetapi mereka tidak menyadarinya. Mereka tidak menyadari jika kehamilannya itu berisiko tinggi dan bisa mengancam nyawa bayi dan atau janin. ”Bisa dikatakan, setiap kehamilan pertama bagi setiap wanita merupakan kehamilan dengan risiko yang cukup tinggi,” ungkapnya.

Mengapa kehamilan pertama cenderung berisiko tinggi? Pada kehamilan pertama, biasanya bumil belum memiliki pengalaman hamil. Jadi, sebaiknya si ibu selalu menganggap kehamilan pertamanya itu berisiko.

”Penelitian kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri mengatakan, seorang ibu memiliki risiko tinggi di kehamilannya yang pertama dan yang kelima, jadi kehamilan kedua, ketiga, dan keempat umumnya aman,” jelas Judi pada saat temu media dalam acara senam hamil Yophytta Materna yang diselenggarakan Anmum.

Jarak kehamilan yang terlalu pendek, hamil di usia di bawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun berisiko melahirkan bayi berkelainan genetik. Begitu juga dengan bumil yang pernah menjalani operasi.
Faktor lainnya adalah kondisi fisik atau menetap dari sang ibu (seperti tinggi badan di bawah 145 cm, biasanya berpinggul kecil dan akan kesulitan melahirkan secara normal) juga harus diwaspadai. Selain itu, ibu hamil penderita obesitas dan darah tinggi pada kehamilan atau mengalami penyakit lain yang cukup membahayakan sebelum atau saat hamil merupakan faktorfaktor yang bisa menyebabkan kehamilannya berisiko tinggi.

”Usia reproduksi sehat untuk hamil adalah berkisar antara 25–30 tahun. Jadi jika kurang atau melebihi usia tersebut, maka memengaruhi faktor kesuburan reproduksi yang juga berpengaruh terhadap risiko kehamilan,” jelas dokter empat anak ini.

Namun, jangan lantas putus asa. Banyak cara untuk mengatasi masalah kehamilan berisiko tinggi. Salah satu caranya adalah mempersiapkan mental saat menjalani kehamilan tersebut. Bumil juga harus rajin lakukan pemeriksaan rutin, untuk mendeteksi kondisi ibu dan janin. Biasanya bumil yang rajin melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin merasa lebih sehat.

Dengan pemeriksaan yang teratur, komplikasi serta gangguan kehamilan jika dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan.
”Kenali sejak dini kehamilan berisiko tinggi dan jangan dibiarkan,” tandas dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Selain faktor-faktor di atas, kehamilan berisiko tinggi juga bisa dipicu nutrisi yang dikonsumsi ibu sejak atau sebelum ibu hamil. ”Ibu hamil perlu mengonsumsi gizi yang baik, tepat dan seimbang,salah satunya adalah folat, guna mengoptimalkan perkembangan janin sekaligus mendukung kesehatannya sendiri,” ucapnya.

Fakta menunjukkan wanita Asia, termasuk Indonesia, dapat berisiko melahirkan bayi dengan Neural Tube Defects (NTDs) atau cacat lahir akibat tidak sempurnanya pertumbuhan sistem tabung saraf pada masa janin.

Brand Manager Anmum System Fonterra Brands Indonesia dr Muliaman Mansyur mengatakan, konsumsi folat yang cukup sebelum dan selama kehamilan, terutama pada trimester pertama sangat mempengaruhi janin agar lebih sehat. Selain itu, folat diketahui dapat menurunkan kadar homosistein dalam darah.