Tradisional dalam Napas Kontemporer
MENGOMBINASIKAN citra modern dan tradisional dalam satu busana menjadi strategi tepat untuk menarik konsumen. Terbukti dari apa yang disajikan para desainer di atas catwalk.
Panggung mode, mulai New York hingga Paris, didominasi sentuhan tradisional yang dimodernisasi dengan gaya kontemporer. Nuansa tribal memang tidak pernah gagal memancing perhatian, seperti yang dikatakan Direktur Artistik Gucci Frida Giannini,
”Sesuatu yang eksotik akan membuat busana terlihat apik, unik, dan tentu saja menarik minat konsumen.” Atas dasar itu, Giannini pun menyuguhkan koleksi yang sarat dengan sentuhan tribal, bernapas bohemian, tetapi tetap tidak lepas dari jalur kontemporer.
Karl Lagerfeld malah dengan berani menyuguhkan koleksi yang mengembalikan kejayaan alam pedesaan tradisional ke atas catwalk Paris. Alasannya pun singkat. ”Karena rancangan yang seperti itu yang diinginkan konsumen,” ujarnya.
Kombinasi antara citra tradisional dalam garis rancangan kontemporer memang termasuk dalam garis besar tren mode global yang telah diramalkan Carlin Internasional, global trend forecaster, beberapa bulan lalu. Menurut Carlin, konsumen mode akan beralih pada gaya yang lebih individual tetapi memiliki cita rasa universal.
Tren mode tersebut pun dengan cepat diserap konsumen mode Tanah Air. Lihat saja, di berbagai sudut kota, gaya etnik kontemporer hadir dalam berbagai rasa dan aroma. Ada yang mengenakan terusan cantik dari batik, gaun dari tenun, atau tampil kasual dengan blus batik dengan denim dan sepatu platform. Tidak ada yang salah dengan gaya tersebut, malah menjadikan wajah mode Indonesia semakin menarik. Apalagi mengingat Indonesia punya banyak sekali potensi kekayaan dan keindahan tradisional yang belum tergali secara maksimal.
Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya dan terangkum dalam kain-kain indah yang bernilai sejarah serta tersebar di seluruh Nusantara. Lewat kombinasi gaya tradisional dan kontemporer yang kini menggelora di ranah mode, para perancang akan lebih mudah mengomunikasikan semangat nasionalisme.
”Lewat mode, kita sebenarnya bisa membangkitkan rasa nasionalisme melalui busana serta merupakan bentuk sumbangan nyata dari negeri tercinta,” ujar Ketua Rumah Pesona Kain Ike Nirwan Bakrie, dalam sebuah wawancara. Atas alasan itu juga, Ike melalui Rumah Pesona Kain menggandeng para desainer untuk menghadirkan koleksi yang kental dengan nuansa kontemporer. ”Di satu sisi, kain tradisional harus dihormati dengan tetap mempertahankan penggunaannya sesuai pakem dan filosofi yang tersirat dari motifnya. Namun, di sisi lain, generasi muda akan lebih mudah dirangkul untuk mencintai kain tradisional melalui gaya rancangan yang lebih atraktif, kontemporer, dan sesuai mode terkini,” imbuhnya.
Pendapat Ike rupanya senada dengan desainer papan atas Indonesia, Chossy Latu, yang juga ikut terlibat dalam proyek bersama Rumah Pesona Kain. ”Jika orang Indonesia senang memakainya, maka menurut saya itu sudah merupakan salah satu bentuk pelestarian terhadap kain Nusantara, sekaligus menunjukkan kemandirian dan perkembangan mode Indonesia di negeri sendiri,” tutur desainer yang mengeksplorasi kain batik Sidoarjo ini.
Sementara, Oscar Lawalatta mengaku tidak mudah menyuntikkan modernisasi ke dalam kain tradisional, terlebih kain tenun tua yang dibuat dengan teknik dobel ikat.
”Untuk versi orisinalnya saja, membuatnya perlu bertahun-tahun, baik untuk pewarnaan dan penenunannya. Sementara, untuk versi kontemporernya, saya mencoba bereksperimen dengan menggunakan ATBM (alat tenun bukan mesin), tanpa menghilangkan orisinalitasnya,” sebut kakak Mario Lawalata ini.
Karenanya, di ranah mode, dibandingkan kain tradisional lainnya, batik memang telah mencapai puncak eksplorasi dan menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia dengan sentuhan kekinian yang membuatnya tampil kontemporer. Kini, kita bisa melihat batik digunakan di hampir semua level kegiatan, mulai busana harian hingga acara formal.
Namun, dari semua batik yang terdapat di Indonesia, hanya beberapa jenis batik yang akrab dan banyak digunakan masyarakat, seperti halnya batik Solo, Yogya, Pekalongan, Cirebon, Madura ataupun batik Jawa Barat yang memiliki barisan warna memesona. Namun demikian, insan mode Indonesia tidak henti-hentinya bereksplorasi dan bereksperimen sehingga batik dan tenun bisa tampil lebih atraktif dalam gaya universal. Di atas panggung mode, desainer papan atas Indonesia mempersembahkan koleksi apik yang disajikan dalam berbagai gaya, baik yang lekat dengan citra etnik, kontemporer, maupun paduan keduanya. Afif Syakur dan Anne Avantie misalnya, Keduanya rupanya bersepakat menampilkan sisi etnik Indonesia secara kental lewat kebaya maupun batik.
Perancang ternama asal Semarang, Anne Avantie, menyajikan koleksi spektakuler yang disarikan dari gemulai indah para penari tradisional.
MENGOMBINASIKAN citra modern dan tradisional dalam satu busana menjadi strategi tepat untuk menarik konsumen. Terbukti dari apa yang disajikan para desainer di atas catwalk.